Tampilkan postingan dengan label Dunia Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dunia Anak. Tampilkan semua postingan

Ayah, Lakukanlah…


Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS. An-Nisa (4) : 34.

 
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. QS. Al-Baqarah (2) : 233.


Kaum Laki laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, maka salah satu hal terbaik yang dapat seorang ayah lakukan bagi keluarganya diantaranya adalah dengan menghargai, menghormati dan menyayangi wanita yang telah melahirkan anak anaknya.

Sesibuk apapun seorang ayah dalam melaksanakan kewajiban dan melakukan aktifitas pekerjaannya sehari hari, untuk mencari dan memberikan nafkah bagi keluarga kita, sebaiknya sebagai Ayah, berkomitmen tidak akan menelantarkan dan menyia nyiakan semua keluarganya. Jangan pernah melepas waktu yang terlewati tanpa menasehati, berkata dan memberi teladan baik kepada keluarga, terutama anak-anak.

Berilahkanlah nasehat sesuai dengan apa yang ayah kerjakan dan lakukan, sebagaimana yang firman Alloh dalam QS. Al-Baqarah (2) : 44. Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan diri dari kewajiban mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab, Maka tidakkah kamu berpikir.

Agar anak anak kita kelak menjadi anak yang membanggakan dan sesuai dengan harapan orangtua, maka mulailah berbicara, mendidik dan memberi contoh-contoh baik sejak dini, sejak anak anak  masih kecil, dengan begitu permasalahan yang sulit bagi anak anak akan lebih mudah tertangani dan terselesaikan dengan baik. Dan manakala anak-anak semakin beranjak besar dan dewasa, maka luangkanlah waktu untuk mendengarkan dengan baik ide ide serta persoalan persoalan yang sedang mereka hadapi, atau apapun itu dengan tetap berpegang teguh pada bimbingan dan contoh. Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, hingga lisannya fasih. Kedua orangtuanyalah yang membuatnya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
 
 



JADILAH AYAH YANG AMANAH



"Hak anak atas ayahnya ialah diajari menulis, berenang, dan memberinya rezeki dari yang halal saja". HR. Al-Baihaqi.

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. QS. Al-Isra (17) : 26.
Ayah adalah model peran yang akan selalu dilihat, dicontoh dan dilakukan bagi anak anak, baik disadari atau tidak, apapun yang seorang ayah lakukan tidak akan terlepas dari pandangan dan penilaian anak, terutama dalam hal ketika sang ayah melakukan dan berprilaku pada anak perempuan. 

Seorang anak perempuan yang melewatkan waktu dengan Ayahnya yang penuh dengan kasih sayang, sesuai yang di contohkan oleh Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, ia akan tumbuh dewasa dengan pengetahuan dalam ia kelak menentukan dan memilih suami, maka alangkah indahnya bila para Ayah dapat mengajari putera puterinya dalam kehidupan ini dengan mendemonstrasikan berbagai akhlaq yang baik, semisal, kejujuran, kebenaran, kerendahan hati, disiplin dan bertanggung jawab.

Disamping kita sebagai ayah kita juga harus menempatkan diri sebagai guru bagi anak anak kita, maka kurang bijak bila kita hanya menganggab bahwa mengajar adalah urusan guru saja, sesuai anjuran dan contoh dari Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perhatikanlah anak anakmu, dan didiklah mereka dengan baik." HR. Ibnu Majah.

Usahakan sedapat mungkin seorang ayah sering sering makan bersama sama dengan anak anaknya baik itu makan pagi, makan siang, atau makan malam, karena ini dapat menjadi bagian penting dari kehidupan keluarga yang sehat, walau hari hari seorang ayah sebagai kepala rumah tangga penuh dengan berbagai kegiatan dan kesibukan, akan tetapi dengan makan bersama sama ini juga dapat memberikan peluang pada anak anak kita untuk membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan dan apa yang ingin mereka kerjakan.

Disamping seorang ayah menempatkan diri sebagai guru dan pelindung, sedapat mungkin seorang ayah juga menempatkan diri sebagai sahabat, sebagai teman bagi anak anak, ayah bisa membuat acara ke toko buku bersama, mencarikan buku untuk anak-anaknya, berdiskusi buku apa dan mana yang bagus untuk kemudian saat malam tiba ayah bisa membacakan buku-buku tersebut., buku buku yang dapat memotifasi dan membuat anak anak kita jadi mandiri sekaligus mendorong serta menanamkan kecintaan kepada anak anak untuk terus membaca dan membaca,

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. QS. Ath-Thuur (52) : 21.

"Reward and Punishment"



Betapa berat beban wajib yang harus disandang peran orang tua. Kewajiban tentang mendidik anak-anaknya, buah hatinya –jika ia mengetahui- . dan salah metode yang Allah ajarkan melalui RasulNya adalah melalui metode "hadiah dan hukuman". Metode reward and punishment ini bisa dicarikan rujukannya dalam agama Islam. Salah satunya adalah apa yang dicontohkan Rasulullah saw dalam mendidik anak yang menginjak usia 10 tahun tetapi belum mau mendirikan shalat.

 Mari kita perhatikan sabda Rasulullah saw:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
“Perintahkanlah anak untuk shalat ketika telah mencapai usia tujuh tahun. Dan bila telah berusia sepuluh tahun, pukullah dia bila enggan menunaikannya.” (HR. Abu Dawud no. 494, dan dikatakan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud: hasan shahih)

Hadits ini memberikan contoh salah satu hukuman bagi anak yang tidak mau mendirikan shalat padahal sudah diajak, dibiasakan, dan diingatkan semenjak 7 tahun. Hukuman tidak diberikan secara mendadak dan tiba-tiba kecuali setelah ada proses "tanbih" (peringatan) .

Contoh lain yang dapat dilihat dari para pendahulu kita yang shalih di antaranya dikisahkan oleh Nafi’ rahimahullahu, maula (bekas budak) Abdullah bin ‘Umar radhiallahu 'anhuma:
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ إِذَا وَجَدَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِهِ يَلْعَبُ بِالنَّرْدِ، ضَرَبَهُ وَكَسَرَهَا
“Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar radhiallahu 'anhuma apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1273. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Shahih Al- Adabul Mufrad: shahihul isnad mauquf)
Begitu pula Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu 'anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al- ’Atakiyyah:
ذُكِرَ أَدَبُ الْيَتِيْمِ عِنْدَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَقَالَتْ: إِنِّي لأَضْرِبُ الْيَتِيْمَ حَتَّى يَنْبَسِطَ
Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi anak yatim di sisi ‘Aisyah radhiallahu 'anha, maka beliau pun berkata, ‘Sungguh, aku pernah memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di tanah.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 142, dan dikatakan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Adabul Mufrad: shahihul isnad)

Contoh-contoh "hukuman" di atas, sekali lagi, bukanlah langkah awal dan solusi utama, kecuali setelah proses peringatan dan koreksi. Kesalahan memang kerap terjadi dalam diri setiap manusia (sebagaimana sifat manusia, mahallu nisyan wa khataa, tempatnya lupa dan salah) dan peringatan terus diperlukan hingga jika peringatan demi peringatan belum berarti, maka jatuhlah hukuman. Hukuman seperti pukulan seperti di atas misalnya, Islam juga mengaturnya seperti larangan memukul wajah. sebagaimana dalam hadits Abi Hurairah ra:
إِذَا قَاتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الوَجْهَ
“Apabila salah seorang di antara kalian memukul, hendaknya menghindari wajah.” (HR. Al- Bukhari no. 2559 dan Muslim no. 2612)

Dan kita perlu pahami, bahwa sakit seseorang, musibah bencana alam, dan sejenisnya, bisa masuk kategori hukuman Allah kepada seseorang/kaum di dunia ini, selain cobaan (bagi orang yang beriman) dan ujian (seperti para nabi). Orang yang terhukum dengan musibah menimpanya di dunia, in syaa Allah bisa menjadi penghapus dosa-dosanya (mukafirrat dzunub), sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Di riwayat yang lain, Rasul mengatakan: “Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan (kelelahan), sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahan nya." (HR. Al-Bukhari).

Secara umum, "reward and punishment" dapati di-qiyas-kan dari ayat Al-Qur`an berikut ini: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7).

Dan hadiah yang diberikan kepada yang berprestasi bukanlah suatu tujuan, tapi sekedar wasilah, "kendaraan" untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan prestasi bagi yang telah meraihnya, trigger bagi yang belum berprestasi. Dan ini dipahamkan secara berproses, bukan hanya melalui ceramah saja, tetapi pemahaman materi pelajaran agama, bab "thalabul 'ilmi", misalnya. Terutama, bagi anak di masa pertumbuhan, mereka masih membutuhkan sesuatu yang ditiru, plagiat, mencari idola, dan populer di kalangan mereka. Awal peniruan kepada hal yang baik dan positif, meski masih bersifat ekstrinsik, lebih baik daripada tersesat berimitasi kepada yang tidak sesuai dengan dunia pendidikan.

Inilah yang diistilahkan pendidikan –sesuatu yang bernilai baik- itu perlu "dipaksakan" dahulu kemudian akan menjadi "kebiasaan", dan terahir menjadi ikhlas dalam menuntut ilmu. In syaa Allah akan berjalan sejajar dengan kualitas dan prestasi. Seperti ayat Al-Quran berikut ini (sekaligus bukti reward dalam dunia pendidikan): "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Mengenalkan Manajemen Ekonomi Pada Anak



’Toolilet! Tooolilet!....’ terdengar suara khas penjaja es krim yang lewat di depan rumah. Serta merta Rini terkesiap, ’Adduh!, pasti deh sebentar lagi akan ....’
”Bundaaa!!! Bundaaa!!! Minta uanggg!!!”
’tuuh. Bener kan!’ batin Rini kesal.

Ibu muda ini kelihatan gusar sekali, ia bingung, bagaimana membiasakan Adi, putranya supaya bisa berhemat. Setiap hari tak kurang sepuluh ribu yang harus ia keluarkan untuk sekedar jajan anaknya yang baru berumur 5 tahun itu. Mulai dari berangkat sekolah, minta uang saku. Pulang sekolah, minta uang lagi, buat beli layang-layang-lah, kelereng-lah, yoyo sampai kartu power rangers. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, hampir setiap jajanan yang lewat di depan rumah ia selalu minta. Sang ibu-pun tak kuasa menolak lagi rengekan anak kesayangannya itu, Ia turuti sekalipun dengan hati kesal dan gusar. Kesal karena terpaksa harus memangkas uang untuk keperluan yang lain, gusar karena ia khawatir hal ini menjadi kebiasaan buruk Adi ke depannya..

Apa yang terjadi pada Rini bisa jadi juga dialami oleh para orang tua yang lain. Nah, bagaimana mendewasakan anak dalam hal ekonomi? Bagaimana memberi pemahaman ekonomi kepada anak? Karena sebagai orangtua, kita harus mampu mengajarkan dan memperkenalkan cara hidup hemat kepada anak -anak. Kita juga harus memberi pengetahuan pentingnya menabung agar mereka tidak terseret arus konsumerisme. Berikut saran yang mungkin sedikitnya bisa menjadi referensi atau masukan untuk orangtua dalam memberikan pemahaman tentang manajemen ekonomi kepada anak:

1. Membuat Prioritas
Kita biasakan memberikan penjelasan kepada anak, apa saja kebutuhan kita sekarang ini, dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam kurun waktu sebulan, apa yang sangat dibutuhkan dalam keluarga. Contoh, kebutuhan kakak untuk minggu ini: membeli sepatu kakak yang sudah rusak, membeli buku pelajaran, servis sepeda, dll. Anggaran untuk adik: membeli crayon karena sudah banyak yang patah, membeli buku mewarna, mengganti boneka teman yang kemarin dirusakkan adik, dll.

Jelaskan hal ini sesuai dengan nalarnya, beri anak pemahaman berapa budget belanja per minggu-nya, apa saja yang harus terlebih dulu dibeli dibanding benda lain yang anak inginkan. Hal ini untuk membiasakan anak memahami tentang budget belanja serta prioritas kebutuhan dirinya.

2. Membuat Daftar Belanja
Saat berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari, entah ke pasar tradisional atau supermarket, biasakan ibu membuat sebuah daftar belanja. Tunjukkan daftar belanja tersebut kepada anak. Jelaskan bahwa ibu akan mengajak anak pergi berbelanja namun ibu hanya akan membeli barang-barang yang ada dalam daftar. Anak akan belajar untuk konsisten dengan tidak meminta apapun ketika di supermarket. 

Memang butuh sedikit rasa ’tega’ untuk melakukan hal ini. Cukup berat dilakukan oleh orangtua yang memang sudah terbiasa menuruti segala permintaan anak. Namun ibu juga bisa mengadakan ’perjanjian’ dengan anak sebelum berangkat belanja. Beri tawaran apakah anak menginginkan suatu barang atau tidak, jika ya, apa barang yang diinginkan tersebut, misalkan coklat. Maka coklat itu dapat dimasukkan ke dalam daftar belanja. Selanjutnya belanjalah bersama anak dengan membeli barang sesuai dengan daftar. Tidak lebih.

3. Tidak Lapar Mata
Lapar mata adalah istilah tidak tahan melihat barang yang terpajang di etalase atau toko-toko. Anak-anak pun bisa tergiur jika melintasi toko makanan, penjaja es krim ataupun toko mainan. Kita ajak anak untuk menahan diri.
Bisa kita katakan, mainan seperti itu masih banyak persediaan dan Mama akan membelikan pada saat yang tepat. Lihatlah beberapa hari kemudian. Bila ia melupakannya, berarti anak hanya menginginkan sesaat saja.

4.Pilih Alternatif Tempat Jalan-jalan
Kurangilah bepergian jalan-jalan ke mall, sebab, setiap waktu ada saja barang baru yang hadir di sana dan bisa membuat kita tergiur untuk membelinya. Begitu pun anak-anak. Ada banyak varian tempat rekreasi keluarga yang menyenangkan dan edukatif. Ada museum, bangunan bersejarah, wisata alam dan masih banyak lagi lainnya. Itu lebih menyenangkan daripada sekedar mall.

5. Menabung Uang Receh
Bangunlah kebiasaan menabung di rumah. Beri anak anda celengan kecil, bisa beli, lebih baik lagi apabila anda bisa mengajak anak membuat celengannya sendiri. Ini bisa menimbulkan ikatan emosi anak dengan celengannya... Jika anak memiliki uang receh, biasakan untuk memasukkan dalam celengan dan ajaklah untuk merencanakan sesuatu dengan hasil tabungannya. Bila sudah banyak, bisa ditukar ke bank atau belikan barang kebutuhan yang sangat anak inginkan namun budgetnya besar. Misalkan sepeda. 



* Disadur dari berbagai sumber
Active Search Results